
Sore itu segar sehabis mandi, Lisa keluar dari kamarnya dan dari teras di depan kamarnya di lantai 2, ia melihat adiknya, Niken, memasuki rumah dengan wajah merah kepanasan, namun tampak ceria. Niken baru pulang dari sekolah, kemeja putih dan rok birunya tampak lusuh. Tak melihat siapa pun di rumah, Niken langsung naik dan masuk ke kamarnya lalu menyalakan AC. Ia mencuci muka dan tangannya di kamar mandi dalam kamarnya saat mendengar Mbaknya bertanya, “Hey, gimana pengumumannya?”
Niken keluar dari kamar mandi mendapatkan Lisa bersandar di pintu kamarnya dengan tangan ke belakang.
“Niken diterima di SMA Theresia, Mbak!” jawab Niken dengan ceria.
Lisa berjalan ke arahnya dan memberikan sebuah kado terbungkus rapi.
“Nih, buat kamu. Mbak yakin kamu diterima, jadi udah nyiapin ini.”
“Duuh, thank you, Mbak!” Niken setengah menjerit menyambar kado itu.
Lisa duduk di ranjang Niken sementara adiknya duduk di meja belajarnya membuka kado itu dan mendapatkan sebuah gelas berbentuk Winnie the Pooh, karakter kartun kesukaannya, sedang memeluk tong bertulisan “Hunny”. Kali ini Niken benar-benar menjerit, “Aaah, bagus banget! Thank you, Mbak!”
Niken melompat ke ranjang dan memeluk Mbaknya erat-erat, dan dengan tiba-tiba mencium bibir Lisa. Lisa tersentak, bukan karena Niken menciumnya, tapi karena getaran elektrik yang ia rasakan dari bibir adiknya yang basah menyambar bibirnya dan menyebar ke seluruh tubuhnya. Ciuman yang sebenarnya hanya berlangsung beberapa detik itu membuat jantung Lisa berdebar. Niken melepas ciumannya, namun tak melepas pelukannya yang erat. Lisa tersenyum berusaha menutupi perasaannya, lalu mengecup bibir adiknya dengan lembut. Niken meletakkan gelas itu di meja kecil di sisi ranjangnya dan merebahkan diri. Ia menarik Lisa agar berbaring di sisinya, lalu kembali memeluknya.
“Mbak, Niken kangen nih ama Mbak. Sejak Mbak Lisa pacaran ama Mbak Risna, kapan kita pernah tidur bareng lagi? Cerita-cerita sampe ketiduran? Nggak pernah kan?”
“Bukan gitu, Ken,” jawab Lisa, “Mbak kan kuliahnya sibuk, bukan karena pacaran ama Risna.”
Lisa kembali merasakan dadanya berdebar hanya karena dipeluk oleh adiknya yang cantik ini. Ia baru menyadari bahwa ia memang sudah lama sekali tak pernah sedekat ini dengan Niken.
“Lagian ngapain sih Mbak pacaran ama Mbak Risna? Ntar ketahuan Bapak baru tahu lho!” kata Niken sambil mengernyitkan dahinya seakan memarahi Mbaknya.
Wajah Niken begitu dekat dengan wajahnya, membuat Lisa merasa canggung dan semakin berdebar. Lisa berusaha keras meredam ketegangannya dan menutupi perasaannya dari adiknya.
“Sok tahu kamu,” kata Lisa, “Bapak kan udah tahu Mbak pacaran ama Risna. Malah sebelum berangkat ke Jerman, Risna pernah ketemu dan ngobrol ama Bapak. Sekarang Bapak udah bisa kok nerima kenyataan bahwa Mbak emang lesbian.”
Hangatnya hembusan napas Niken di lehernya membuat Lisa semakin berdebar dan ia merasakan panas yang hebat dari selangkangannya. Lisa tahu ia tak mampu menahan diri lebih lama lagi saat celana dalamnya mulai terasa lembab.
“Sana mandi dulu kamu!” tukas Lisa sambil mendorong adiknya, “Kamu bau matahari!”
“Ngg..” balas Niken kolokan walau tetap melepaskan lengannya yang melingkari pinggang Lisa.
“Tapi Mbak jangan pergi dulu. Niken masih kangen ama Mbak,” kata Niken sambil berjalan ke kamar mandi.
Lisa duduk dan melipat kedua Mbakinya rapat-rapat di depan dadanya. Ia memeluk kedua Mbakinya sambil menyadarkan dagu ke lututnya. Ia menghela napas dalam-dalam berusaha menenangkan gairahnya.
“Kenapa aku sampai begitu, sih!” ia memarahi dirinya sendiri dalam hati.
“Niken kan adikku sendiri!”
“Mungkinkah karena sudah hampir 4 bulan Risna pergi dan aku kangen pada pelukan dan sentuhan lembut waNiken?” Lisa menyelonjorkan Mbakinya di kasur dan mulai meraba-raba pahanya. Sambil membayangkan dada Risna yang montok, tangan kiri Lisa meraba-raba dadanya sendiri, sementara tangan kanannya naik meremas-remas selangkangannya.
Lisa tersentak dari lamunannya dan melepas kedua tangannya dari bagian-bagian vitalnya dan kembali menarik napas dalam-dalam. Ia tak ingin terlihat bergairah saat adiknya keluar dari kamar mandi nanti.
Tak memakan waktu lama, Niken keluar dari kamar mandi dalam keadaan bugil. Ia mengambil celana dalam dan daster dari lemari. Lisa menatap adiknya memakai celana dalam, jantungnya yang belum sepenuhnya kembali normal langsung berdebar lagi melihat tubuh Niken yang langsing namun berisi itu. Niken tidak mengenakan dasternya, tetapi langsung duduk bersila di sisi Mbaknya di ranjang dan meletakkan dasternya di pangkuannya.
Lisa tersenyum berusaha menutupi gairahnya dan membelai rambut adiknya. Niken memonyongkan bibirnya seperti orang ngambek dan berkata, “Mbak Lisa kok mau sih ama Mbak Risna? Dia kan..” Niken tampak agak ragu sebelum akhirnya melanjutkan, “Dia kan nggak cantik.” Bukannya marah, senyum Lisa malah berubah jadi tawa, “Kamu nggak boleh menilai orang dari penampilan fisiknya. Risna kan baik banget orangnya, lembut dan penuh pengertian. Lagian fisiknya juga nggak jelek-jelek amat. Payudara dan pantatnya kan gede banget, Ken. Asyik banget untuk diremas. Dan ciumannya jago banget. Dia yang ngajarin Mbak ciuman.”
“Iya sih. Payudara Niken nggak gede ya, Mbak?” kata Niken sambil memandang payudaranya.
“Siapa bilang?” balas Lisa, “Payudara kamu gede lagi! Kamu tuh tumbuh melebihi orang seumurmu. Waktu Mbak 17 tahun, payudara Mbak belum segede kamu.”
Dengan polos, Niken bertanya, “Emang enak, Mbak, diremas ama sesama cewek?”
Belum sempat Lisa menjawab, Niken meraih tangan Mbaknya dan meletakkannya di atas dadanya. Lisa tersentak, namun membiarkan Niken menggerakkan tangannya berputar-putar di dada adiknya yang terasa lembab dan segar itu. “Mmmhh..” Niken mendesah dan matanya setengah menutup. Gairah Lisa yang sudah sulit dikendalikan semakin meledak melihat reaksi adiknya yang sangat merangsang itu. Lisa mulai meremas-remas dada adiknya dengan lembut lalu memilin-milin puting dada Niken yang terasa semakin membesar dan mengeras.
“Uhh..” Niken kembali mendesah dan membiarkan Lisa meraba dan meremas dadanya, sementara kedua tangannya sendiri meremas sprei kasurnya. Tak lagi berusaha mengendalikan gairahnya yang sudah memuncak, Lisa meraih dagu adiknya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya terus meremas dada Niken dengan semakin bernafsu. Lisa menarik wajah Niken dan mengecup bibirnya yang basah.
“Mmmhh..” reaksi Niken yang hanya berupa desahan itu membakar nafsu Lisa. Sambil meremas dada adiknya dengan bergairah, Lisa mengulum bibir bawah adiknya yang segera membuat Niken membalas dengan mengulum bibir atas Lisa. Mbak beradik ini saling menghisap bibir selama beberapa saat, sampai akhirnya Lisa melepas ciuman mereka. Niken membuka mata mendapatkan ia dan Mbaknya sama-sama terengah-engah setelah berciuman dengan penuh gairah.
“Ohh, ternyata enak ya, Mbak? Niken nggak nyangka deh. Mbak Lisa juga enak?” tanya Niken dengan polos.
“Gila kamu, Ken! Dari tadi Mbak udah mau mati nahan gairah Mbak gara-gara kamu peluk, kamu cium, ngelihat kamu telanjang!” jawab Lisa, “Kamu sih! Ngapain lagi kamu tarik tangan Mbak ke payudara kamu?”
Niken tampak terkejut dengan kerasnya kata-kata Mbaknya, “Sorry, Mbak. Niken cuma kangen aja ama Mbak Lisa dan pengen disentuh. Sorry..” katanya sambil menundukkan kepala.
“Ssstt..” Lisa menarik dagu adiknya lagi hingga mereka saling bertatapan, lalu menampilkan senyumnya yang manis, “Tapi kamu suka kan?” Niken hanya membalas dengan senyuman yang tak kalah manisnya.
Lisa menggeser duduknya di ranjang hingga bersandar pada dinding, “Sini,” ia menarik lengan Niken agar duduk di sisinya. Mereka duduk berdampingan, Lisa membelai rambut Niken, lalu dengan tangan di belakang kepala adiknya, Lisa menarik wajah Niken mendekati wajahnya, “Nih ajaran Risna. Kamu nilai sendiri enak apa nggak.” Lisa kembali mencium bibir Niken.
Kendali diri sudah sepenuhnya kembali pada dirinya setelah menyadari bahwa Niken juga menikmati semua ini, Lisa mengatur alur percintaan tanpa tergesa-gesa. Ia tak lagi meraba-raba adiknya. Kini Lisa hanya mengulum bibir adiknya, kadang seluruh mulutnya, lalu melepasnya, lalu mengulumnya lagi. Kadang ia biarkan Niken yang menghisap bibirnya dengan lebih bernafsu, lalu melepasnya untuk melihat adiknya maju mengejar mulutnya yang sedikit ia buka, memancing gairah Niken.

Jilatan lembut Lisa pada langit-langit dan lidah Niken membuat Niken terangsang, namun menjadi semakin rileks karena merasa semakin menyatu dengan Mbaknya. Niken mulai membalas gerakan lidah Lisa dengan gerakan lidahnya sendiri. Mengetahui adiknya sudah bisa menikmati ini, Lisa membelitkan lidahnya pada lidah Niken sambil menghisap bibir adiknya. Lisa melepas lidahnya dari mulut adiknya, lalu berkata, “Hisap lidah Mbak, Sayang.”
Kata-kata lembut Lisa membuat Niken semakin bergairah, seakan sedang bercinta dengan kekasihnya. Dengan bernafsu, ia menghisap lidah Lisa yang kembali menjelajahi mulutnya. Mereka berciuman dan bergantian saling menghisap lidah untuk waktu yang lama. Merasa gairah adiknya dan gairahnya sendiri semakin membara, Lisa mulai meningkatkan kecepatan percintaan dengan meraba paha dan selangkangan Niken. Niken mendesah saat merasakan sentuhan di bagian yang belum pernah disentuh siapa pun itu. Lisa melepas bibirnya dari bibir adiknya, lalu mulai menjilati telinga dan leher Niken. Desahan Niken mulai berubah menjadi erangan kenikmatan.
Tanpa melepas tangannya dari selangkangan Niken, Lisa menurunkan jilatannya ke dada adiknya yang montok itu. “Ah..!” Niken menjerit kecil saat pertama kali lidah Mbaknya menyentuh puting buah dadanya, “Ooohh.. aahh.. Mbak..” desahnya dengan penuh kenikmatan. Niken membuka matanya menyaksikan Lisa menjilati puting dan payudara Niken dengan semakin cepat dan bernafsu, membuat putingnya membesar dan mengeras. Kadang Lisa menggigit puting Niken membuat Niken menjerit kecil dan memaju-mundurkan pantatnya seirama dengan gerak tangan Lisa di selangkangannya, sehingga tangan Lisa terasa semakin menekan dan meremas di selangkangannya yang kini sudah basah kuyup.
Bangkit dari dada Niken, Lisa menduduki adiknya dengan selangkangan tepat di atas selangkangan adiknya. Lisa menarik kaosnya lalu melemparkannya ke lantai. Kedua tangan Niken meremas dada Mbaknya saat Lisa sedang berusaha melepas bra-nya. Lisa melempar bra-nya dan Niken semakin bernafsu meremas dada dan puting telanjang Mbaknya. Mereka saling menghujam selangkangan hingga saling menekan. “Hhh..” desah Lisa yang menikmati remasan adiknya pada dadanya yang telah membesar dan mengeras itu. Tak tahan lagi untuk segera merasakan adiknya, Lisa bangkit membuka celana pendek sekaligus celana dalamnya, lalu menarik celana dalam Niken hingga terlepas, menampilkan setumpuk kecil bulu tipis yang menutupi kemaluan yang telah membengMbak penuh gairah. Bau seks menyebar dari vagina Niken, membuat isi kepala Lisa serasa berputar penuh gairah tak tertahankan.
Lisa meraba bibir vagina adiknya yang telah berlumuran lendir gairah. “Ohh, Mbakaak!” Niken tersentak merasakan nikmatnya sentuhan di titik terlarang itu. Tak tahan lagi, Lisa segera menjilati bibir vagina Niken dengan bernafsu, menikmati manisnya lendir vagina Niken. “Ah! Ah! Mbak! Ah!” Niken menjerit-jerit tak tertahankan, tubuhnya menggelinjang merasakan kenikmatan yang tak pernah terbayangkan olehnya.
Dua jari Lisa membuka bibir vagina Niken, menampilkan klitoris yang telah membengMbak keras dan teracung keluar. Lidah Lisa menari pada klitoris adiknya sambil tangan kirinya naik meremas-remas payudara Niken, membuat Niken terpaksa mencengkeram sprei untuk menahan gelinjang tubuhnya yang semakin sulit dikendalikan. Ini tak membantu menahan jeritannya yang semakin keras “Aaagghh! Aaagghh! ohh, Mbakaak! Nikmat, Kaak! Jangan berhen.. aagghh!” Niken telah terlontar ke dalam dunianya sendiri.
Memang tak berniat berhenti, lidah Lisa masuk ke dalam vagina Niken dan menjilatinya tanpa ampun. Niken meluruskan kedua lengannya di sisi menopang tubuhnya ke posisi duduk mengangkang, menyaksikan kepala Mbaknya di antara kedua pahanya. Tak mampu mengendalikan kenikmatan seks yang terus meningkat ini, Niken menghunjamkan selangkangannya ke wajah Mbaknya berulang kali, sementara lidah Lisa semakin cepat bergetar di dalam vagina Niken, sambil menikmati lendir vagina adiknya yang terus mengalir ke dalam mulutnya.
Hunjaman selangkangan dan gelinjang tubuh Niken yang semakin kasar dan tak terkendali membuat Lisa tahu bahwa adiknya tak akan tahan lebih lama lagi. Ia semakin bernafsu menjilati adiknya, di dalam vagina, bibir vagina serta klitorisnya. Tepat dugaannya, tak lama kemudian kedua paha Niken menghentak Mbaku menjepit kepala Lisa, tubuh Niken bergelinjang semakin kasar dan liar, sementara vaginanya berkontraksi dan memuncratkan gelombang demi gelombang lendir seks yang tak mampu lagi ia bendung.
“Aaakk.. aahh.. ahh Mbakk..” jerit Niken tak peduli lagi pada dunia, hanya kenikmatan orgasme pertamanya ini yang berarti baginya. Lisa membuka mulutnya, mengulum seluruh vagina adiknya dan menenggak lendir orgasme yang membanjiri seisi mulutnya hingga sebagian menetes dari bibirnya ke dagu dan lehernya.
Orgasme demi orgasme melanda Niken selama semeKen penuh, hingga akhirnya ia merasa begitu lemah sampai tubuhnya jatuh ke kasur dengan penuh kenikmatan dan kepuasan. Lisa menjilati lendir yang lolos ke sisi selangkangan dan paha adiknya, lalu memanjat tubuh adiknya dan menindih tubuh adiknya. Sambil terengah-engah, ia menyaksikan Niken yang memejamkan mata penuh kepuasan. Lisa mengecup bibir Niken, membuat Niken membuka matanya dan tersenyum. Ia memeluk tubuh telanjang Lisa, lalu membalas kecupan Mbaknya dengan ciuman penuh pada mulut Lisa. Lidah mereka terpaut, Niken menghisap lidah Mbaknya, lalu melepaskannya untuk menjilati wajah, pipi dan leher Lisa yang berlumuran lendir orgasmenya sendiri. Lendir seks ini terasa nikmat dan manis baginya.
Niken tahu Lisa terengah-engah bukan hanya karena habis memakan vaginanya dengan brutal, namun juga karena gairahnya yang telah memuncak. Niken melorotkan diri di bawah tubuh Mbaknya, menggesekkan payudaranya pada payudara Lisa. Wajah Niken tiba di depan payudara Lisa saat Lisa mengangkat tubuhnya dengan menopangkan dirinya pada sikunya. Tanpa ragu Niken mulai menjilati puting payudara Mbaknya hingga napas Lisa semakin tersenggal-senggal menahan gairah yang semakin melonjak dalam dirinya. Selangkangannya semakin memanas dan lendir seksnya meleleh keluar dari vaginanya, menetes-netes di paha Niken.
“Ohh, Sayang! Mbak nggak tahan lagi, Sayang!” erang Lisa.
Memahami maksud Mbaknya, Niken melorotkan tubuhnya kembali hingga wajahnya tiba di depan vagina Lisa, dan tanpa menunda lagi, Niken langsung menyusupkan lidahnya ke dalam vagina Mbaknya.
“Aaahh! Ahh! Sayaang!” Lisa menjerit selagi Niken sibuk menjilati vaginanya dari dalam hingga ke klitorisnya berulang-ulang.
Dengan bernafsu, Lisa menduduki wajah adiknya, lalu menaik-turunkan tubuhnya, menghujamkan vaginanya ke wajah adiknya berulang-ulang. Sambil meremas pantat Lisa, Niken meluruskan lidahnya hingga Mbaku dan menghujam wajahnya seirama dengan gerakan pantat Mbaknya ini. Lendir gairah meleleh ke wajah dan pipi Niken saat ia memaikan Mbaknya dengan lidahnya. Tak lama Lisa mampu bertahan setelah gelombang rangsangan bertubi-tubi yang telah ia nikmati, puncak kenikmatan pun meledak dan Lisa tersentak Mbaku di atas wajah adiknya dalam kepuasan orgasme demi orgasme yang menyemprotkan lendir panas ke dalam mulut Niken berulang kali.
Niken berusaha keras menghisap dan menelan seluruh lendir orgasme Lisa yang memenuhi mulutnya. Begitu banyaknya lendir kepuasan yang Lisa tumpahkan ke mulut adiknya, sebagian terpaksa mengalir keluar ke pipi Niken. Dari Mbaku, perlahan-lahan tubuh Lisa mulai melemas dan jepitan pahanya pada kepala Niken pun mulai mengendur, hingga akhirnya Lisa jatuh terbaring lemas di atas ranjang. Niken mendekati wajah Mbaknya yang menantinya dengan tersenyum, lalu mencium bibir Mbaknya. Mereka berpelukan dan berciuman beberapa saat. Lisa membelai rambut adiknya, sementara Niken meremas pantat Mbaknya. Lelah berciuman, Lisa menghela napas panjang sebelum akhirnya mengatakan, “Aku cinta kamu, Sayang..” Niken hanya tersenyum dan mereka terus berpelukan hingga tertidur dalam rasa lelah yang penuh dengan kepuasan.