Tampilkan postingan dengan label ayahku kuat dalam ngentot. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ayahku kuat dalam ngentot. Tampilkan semua postingan

Ngentot Bersama Istri-istri Kami

Triyono (samaran) adalah sahabat lamaku sejak aku SMA. Kini setelah kami sudah mempunyai anak remaja (umurku 46 tahun) dia masih sahabatku, bahkan istrinya yang bernama Atik (samaran) dan istriku sangat akrab, dan kami rutin selalu ketemu kalau tidak dirumahnya, ya dirumahku.

Bahkan jika aku dan Triyono pergi mancing ketengah laut dengan sewa perahu, tak jarang istriku menginap dirumah menemani istrinya atau sebaliknya (karena anak kami sudah remaja dan mereka kuliah dikota lain).
Begitu akrabnya kami sehingga tak jarang kami melakukan yang menurut pandangan orang ketiga adalah hal yang aneh, misalnya ditengah gurauan, kadang kadang Triyono memeluk istriku dan menciumi pipinya berkali kali, didepanku maupun didepan istrinya. Demikian pula sebaliknya ketika kami bercengkarama berempat kadang kadang Atik dengan manja tiduran berbantal pahaku. Tentunya sikap kami ini tidak didepan anak anak yang sudah berangkat remaja.

Bahkan pernah didapur rumahku aku memergoki Triyono mencolek pantat istriku, dan kulihat istriku pura pura marah, aku tahu itu dari raut wajahnya, tentu saja sebagai lelaki normal kadang aku dilanda cemburu. Tetapi kami selalu lebih memegang persahabatan, apalagi akupun sering melakukan hal yang sama terhadap istrinya.

Tentu saja keadaan ini tidak terjadi begitu saja, kami menjalin hubungan kekeluargaan sejak kami menikah. Namun sejauh itu kami tidak pernah melakukan hal hal yang terlalu jauh. Sampai suatu hari terjadilah apa yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, setidak tidaknya olehku. Tapi aku yakin ini adalah rencana Triyono dan istrinya yang sudah dipersiapkan (ini kusadari setelah cukup lama peristiwa itu terjadi)

Seperti yang sering kami lakukan, pada hari jumat yang kebetulan hari libur kami berempat ber week end di Villaku didaerah Ciloto. Walaupun tidak terlalu mewah namun villaku ini cukup luas dan cukup nyaman untuk beristirahat di akhir pekan. Kami selalu rutin mengunjunginya paling tidak sebulan sekali, biasanya hanya aku dan istriku, kadang kadang anak anak ikut, atau famili lain.
Kali ini aku mengajak Triyono dan istrinya, tidak ada yang istimewa kami hanya ingin menikmati liburan dan seperti biasanya selesai makan siang dijalan, istriku mampir untuk beli pepes ikan Mas kesukaanku. Sampai di villa sekitar jam jam 2 siang, aku tidur pulas, sampai akhirnya dibangunkan istriku untuk makan malam. Kami makan malam berempat dengan nasi hangat dan pepes ikan.

Selesai makan malam kami menonton TV sambil ngobrol kesana kemari diruang keluarga. Setelah bosan ngobrol, Triyono mengambil inisiatif mengambil kasur dikamarnya dan dihamparkan didepan TV dia dan istrinya menonton TV sambil tiduran, dan akupun berbuat hal yang sama. Atiek masuk kamarnya dan mengganti dasternya dengan baju tidur yang amat tipis tanpa BH dan CD, ini terlihat jelas dari bayangan tubuhnya dibalik gaun tidurnya.

Kulihat dia sangat atraktif mempertontonkan tubuhnya didepanku dan didepan istriku. Kulihat Triyono acuh saja melihat tingkah istrinya. Kamipun menonton TV sambil tiduran, istriku dan Atiek tidur berdampingan ditengah sedangkan aku berada disamping istriku dipinggir. Acara TV terasa membosankan mungkin karena aku tidak bisa konsentrasi, aku lebih terpesona menikmati tubuh yang menggairahkan yang tergolek disamping istriku dan itu membuat adik kecilku dibalik sarung setengah ereksi.

“Pah.., puterin film yang hot.. dong.., aku kedinginan nih..” Atiek menyuruh suaminya memutar film porno.
Aku tahu mereka sering muter film porno karena kami sering tukar menukar film, tapi selama ini kami belum pernah nonton bersama sama.
Sebelum beranjak mengambil film, Triyono basa basi minta ijin istriku “Rin..muter film blue ya..”
“Terserah aja ” jawab istriku.
Filmnya cukup bagus dengan latar belakang jaman kekaisaran romawi, adegan sexnya tidak vulgar, dan ini membuat gairahku cepat bangkit. Sarungku sudah terdongkrak keatas sementara kulihat Atiek sering mencuri padang kearah sarungku yang memang sengaja tidak kusembunyikan. Sementara itu istriku sudah memindahkan kepalanya diatas lenganku dan jari tangannya meremas remas jari tanganku. Aku sudah hapal sekali, istriku pasti sudah terangsang.

Triyono menonton film itu dengan memeluk istrinya secara ketat dan tangannya mengusap usap payudara Atiek dari luar baju tidurnya, sesekali diciumnya bibir istrinya dalam dalam. Sementara itu kaki kanan Atiek ditekuk dan pahanya menindih paha istriku, sehingga tak terhindarkan baju tidurnya yang memang pendek makin tersingkap sehingga akupun makin leluasa melahap pahanya yang putih mulus, dan sebagian rambut dipangkal pahanya dengan sudut mataku.

“Mbak Rin,.. Aku jadi pengen nih..” Atiek bicara kepada istriku.
“Ya nggak apa apa, wong Mas nya nyanding koq.” Istriku menyahut sambil senyum penuh arti.

Aku makin terangsang, kumiringkan tubuhku menghadap istriku sehingga aku bisa melihat paha mulus Atiek, dan kuselusupkan tanganku dibalik blouse istriku yang tidak ber BH untuk meremas remas buah dadanya, sementara tangannya sudah masuk kesarungku untuk mengelus elus penisku yang sudah berdiri keras. Ia menutup tanganku dengan bantal sehingga gerilya yang kulakukan tidak terlihat oleh Triyono dan Atiek. Walaupun itu sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan, karena mereka sudah tidak memperhatikan kami lagi, keduanya sudah mulai tenggelam dalam percintaan.

Ketika Atiek melepaskan seluruh pakaiannya dan mencopoti pakaian suaminya, Triyono menggeser posisinya merapat keistriku, sedangkan Atiek menindihkan tubuhnya yang bugil dari sebelah kanan, sehingga Triyono berdampingan dengan istriku.

Mereka berciuman sambil saling saling mengelus penuh nafsu, kulihat istriku sering melirik mereka dengan gairah, ikut terhanyut dengan adegan panas persis satu jengkal disampingnya.

Tiba tiba Atiek menghentikan pergulatan dengan suaminya dan tangannya meraih blouse depan istriku dan melepas kancingnya.
“Biar adil dong Mbak..” sambil tangannya terus melolosi seluruh pakaian istriku.
Walaupun wajah istriku protes, tapi usaha mencegah tangan Atiek yang nakal, tidak serius sehingga dengan mudah Atiek melucuti pakaian istriku. Sekelebat kulihat mata Triyono melahap seluruh tubuh indah istriku, bahkan ia segera mengeser posisinya merapat ketubuh istriku, sehingga lengannya menempel pada pinggir payudara istriku.

Aku tak sempat berfikir macam macam, nafsuku mendominasi pikiranku, kucopot seluruh pakaianku sehingga kami berempat sudah bugil, kuciumi istriku, sambil jariku mengelus vaginanya yang sudah basah. Istriku mendesis desis keenakan tangan kanannya mendekap punggungku erat erat, sedangkan tangan kirinya tertindih tangan Triyono.

Kurasakan elusan lembut sebuah tangan halus menelusuri bokongku, bahkan kemudian mengarah keselangkangan dan mengelus buah zakarku. Aku sudah menduga pemilik tangan itu, dan hatiku berdesir ketika kulihat tangan Atiek lah yang sedang mengelus batang penisku, sambil mulutnya menciumi dada suaminya. Aku yakin Triyono melihat tangan istrinya yang sedang beroperasi di batangku yang keras seperti kayu, tapi dia tampak acuh saja, bahkan kini lengan kanannya telah mendidih susu istriku.
Istriku tidak menyadari atau pura pura tidak tahu bahwa tangan Triyono sudah menindih payudaranya, dan wajahnya dipalingkan kearah yang berlawanan.
Atiek sambil berubah posisi dengan setengah duduk dipaha suaminya dengan selangkangan yang terbuka lebar memperlihatkan vagina merah basah yang sangat indah, sementara tangan kanannya menggosokan gosokkan kemaluan suaminya ke klitorisnya, sementara buahdadanya menggantung diremas remas suaminya.

Posisinya tersebut membuat tubuh Triyono merenggang dari tubuh istriku sehingga tangan kiri istriku yang tertidih menjadi bebas. Dari padangan matanya yang sayu dan pahanya sudah direntangkan, aku tahu baha istriku sudah memberi lampu hijau. Dituntunnya penisku kearah lubang vaginanya, dan dalam tempo singkat aku sudah melayang menikmati jepitan lobang kemaluan istriku. Sementara aku mengocoknya perlahan lahan, istriku mendesis desis keenakan, kini wajah istriku menghadap kearah Triyono bahkan hanya berjarak sejengkal dengan wajah Triyono namun matanya terpejam.

Atiek sudah terlengkup ditubuh suaminya, sementara pinggulnya naik turun, mengocok batang suaminya yang sudah melesak ditelan liang kenikmatannya. Sekali kali tangannya meremas bokongku dan istriku melihat aktifitas tangan Atiek ini, tapi rupanya diapun tak ambil peduli. bahkan beberapa kali Triyono mencium mulut istriku yang tengah mendesis, istriku diam saja, walaupun tidak meresponnya. Entah kenapa aku tidak cemburu melihat istriku diciumi oleh Triyono saat sedang kusetubuhi, bahkan aku makin terangsang. Karena kulihat ciuman itu membuat istriku makin bergolak gairahnya. Ini kurasakan dari gerakan dan nafasnya mendengus tidak seperti adat biasanya.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama gerakan istriku tak terkendali, bahkan ia membalas menyedot ciuman Triyono, dan pada saat itulah istriku menghentak hentakkan pinggulnya keatas, mulutnya menghisap mulut Triyono dalam dalam sambil merintih. Dia telah orgasme. Ini diluar kebiasaan, istriku biasanya cukup tahan lama, tapi kali ini dia cepat selesai, padahal aku merasa masih tahan lama.

Kuhentikan kocokanku, kucabut penisku, aku masih tanggung tetapi aku memang tidak ingin selesai sekarang, aku masih berharap istriku bangkit lagi setelah istirahat. Kutatap wajah istriku yang penuh kepuasan. Disampingnya kulihat Triyono menggengam tangan istriku.

Melihat aku tegeletak disamping istriku, dengan kemaluan yang masih tegar, Atiek segera tahu bahwa aku belum ejakulasi. Tiba tiba Atiek menghentikan goyangan pinggul, dicopotnya penis suaminya dari vaginanya. Dengan melangkahi tubuh istriku, Atiek segera menghampiriku, kemudian dengan dasternya yang diambil dari sisi kasur dibersihkannya penisku yang penuh lendir istriku.
Dia menindihku dan menciumku. Aku sempat kaget, aku tak menduga kejadian itu, kulirik Triyono tetapi dia hanya melihat tingkah istrinya tanpa reaksi. Istriku juga hanya melirikku sebentar kemudian memejamkan mata kembali, menikmati sisa orgasme yang ia dapat dariku.

Kubalas ciuman Atiek dengan nafsu, tangan kiriku mengelus bokongnya sedangkan tangan kanan meremas buah dadanya. Atiek menjulurkan lidahnya menyambut lidahku, sementara vaginanya yang basah digesek gesekan ke diatas kemaluanku. Tampak Atiek sudah sangat terangsang, sehingga ciuman kami hanya berlangsung sebentar, segera dia menghentikan ciumannya, ditariknya badannya sehingga sekarang posisinya duduk diatas pahaku, sementara belahan kemaluannya menidih pada batang penisku yang rebah diatas perut.

Kulihat belahan kemaluannya yang merah penuh lendir, aku sudah tidak sabar lagi, kuangkat pinggangnya dengan kedua tanganku, Atiek cepat tanggap, sambil mengangkat pantatnya, diambilnya penisku dan diarahkan kelobang vaginanya. Dalam hitungan detik, kemaluanku sudah menyelusup kedalam vagina Atiek. Atiek melenguh pelan, badannya ambruk kedadaku dan wajahnya menempel disamping kepalaku sambil mendesis desis. Kuangkat pinggulku berusaha mengocok kemaluan Atiek, dan diapun mengikuti gerakanku tetapi pinggulnya digoyang memutar sedangkan otot vaginanya menjepit kemaluanku, jepitan dan putaran pinggulnya tidak akalh dengan istriku, kenikmatan menjalar keseluruh penisku.

Sepuluh menit telah berlalu dan kurasakan Atiek mulai mempercepat goyangannya, mulutnya menciumku dan lidahnya menerobos masuk ke mulutku. Nafasnya tersengal, aku segera mengerti bahwa sedang mulai masuk kemasa orgasme. Tanpa menunggu waktu lagi kupercepat kocokanku, karena kemaluankupun sudah berdenyut denyut enak, dan segera akan keluar.

Ketika kurengkuh bokongnya, Atiek merengkuh pundakku makin kencang, dari mulutnya keluar erangan kenikmatan yang panjang dan kemaluannya ditekan keras ke kemaluanku, dia sedang orgasme. Dan segera kulepas pula air maniku menyemprot didalam vaginanya. Kenikmatan yang luar biasa.

Walaupun permainanku sudah berakhir tetapi Atiek tidak mau mencopot kemaluanku dari vaginanya, dia hanya mengeser tubuhnya dari dadaku untuk meringakan tindihan tubuhnya diatas tubuhku. Kesadaranku mulai pulih, kulihat istriku sedang bergumul dengan Triyono. Dengan tubuh yang bugil dia menindih tubuh istriku, mereka berciuman dengan pelan dan dalam, tangan meremas remas buah dada istriku yang tergolong besar dan montok, sementara tangan istriku mengelus bokong Triyono, dan kudengar desahan halus dari mulutnya itu pertanda istriku sudah mulai terangsang lagi.
Melihat istriku terangsang, tiba tiba akupun terangsang kembali. Aku sangat senang istriku menikmati sexnya, Kuhadapkan tubuhku kearah istriku, dan Atiek segera merangkul pinggangku dengan kakinya dari belakang, sambil menikmati sisa orgasme yang kuberikan padanya.

Triyono sedikit mengeser tubuhnya dan tangan yang tadinya meremas tetek istriku turus kebawah, kearah kemaluan istriku, dan istriku mengangkat pinggulnya ketika jari tengan Triyono memutar mutar clitorisnya. Desahan dari mulutnya makin keras.. Triyono mengangkat tubuhnya dan dibukanya lebar lebar paha istriku.

Istriku menoleh kearahku, matanya sayu memandangku seolah minta ijin padaku. Kupandangi dia, dia sangat cantik tak kuasa aku menghalanginya. Kukecup bibirnya kuusap rambutnya tanda bahwa aku menyetujuinya. Dan ketika penis priyono melesak kedalam vaginanya, istriku memejamkan mata keenakan, dan tangannya mengelus elus penisku seirama dengan kocokan yang diberikan Triyono.

Kuciumi bibirnya, pipinya lehernya, atau mana saja yang kudapat karena istriku dalam kenikmatan, selalu kepalanya tidak bisa diam, menoleh kekiri kekanan sambil menjilat jilat bibirnya sendiri. Sementara tangan kanannya mengocok penisku tangan kirinya merangkul pundak Triyono. Tangankupun tak henti hentinya meremas remas buah dadanya. Kudengar pula desisan Triyono menambah suasana jadi makin mengairahkan.

Tiba tiba istriku berhenti menggelengkan kepalanya, dahinya berkerut dan giginya menggigit bibr bawahnya, dia menoleh kearahku, istriku akan selesai dan sebentar lagi pasti akan melenguh panjang.
“Pah.. aku sudah nggak tahan.. Pahaahh.. eghh.. eegghh”

pada saat itu dia mendongakkan wajahnya keatas, matanya menatap mata Triyono dengan sayu.

Pada saat yang sama, aku tak tahan menahan ejakulasi, digenggaman tangannya. Kulihat Triyono menekan kemaluannya dalam dalam kevagina istriku untuk berejakulasi.. Ketika dia mencabut kemaluanya, kulihat sisa air mani meleleh keluar dari bibir vagina istriku, yang berwarna kemerahan.

Malam ini adalah malam pertama dimana istriku merasakan penis orang lain selain punyaku apalagi dia merasakannya sekaligus dalam selang beberapa menit, sebuah pengalaman yang sangat memuaskan kami berempat.

Sejak itu kami sering melakukannya, sedikitnya sebulan sekali, dan kami berkomitmen ini hanya dilakukan berempat, Bahkan kini muncul ide baru dari Atiek untuk menambah menjadi tiga pasangan. Hanya saat ini kami belum menemukan pasangan yang bisa diajak main. Pengalaman ini ditulis juga atas persetujuan kami semua.

Dari Nafsu Kutemukan Cinta

Sudah dua tahun dia bekerja di rumahku sebagai house keeper. Segala urusan tetek bengek rumah kuserahkan padanya. Aku hanya perlu mentransfer gaji ke ATM-nya tiap bulan, dan segalanya beres, mulai dari memasak, mencuci sampai membayar semua rekening tagihan bulanan.

Sebagai eksekutif muda, aku memang terlalu sibuk untuk lebih memperhatikannya. Sepanjang segalanya beres, tak ada masalah buatku. Namanya Anggun, asal Solo. Aku menemukan dia dari agen pembantu rumah tangga. Sebetulnya aku termasuk beruntung karena Anggun bukanlah type pembantu rumah tangga biasa. Dari apa yang kutahu, dia cerdas, bersih, rajin tetapi sedikit misterius. Usianya duapuluh delapan tahun, sama denganku. Hubunganku dengannya hanya sebatas majikan dan pembantu walaupun pada prakteknya, aku tidak pernah memperlakukannya sebagai pembantu. Dia bagiku adalah teman, meski komunikasi diantara kami sangat minim. Kami tinggal berdua di rumahku, di kawasan Dharma Husada Indah Surabaya.

Kisah yang bermakna bagiku ini dimulai ketika aku terserang Typus. Harus dirawat inap selama dua minggu di Rumah Sakit. Sepanjang minggu itu, dia terus menjenguk dan menjagaku karena perawat hanya sesekali memeriksa keadaanku. Aku bisa merasakan betapa perhatiannya dia. Adalah wajar, selaku posisiku sebagai majikan, begitulah aku menilai. Rawat inap itu dilanjutkan dengan istirahat di rumah selama seminggu total. Hingga pada suatu pagi..

“Mas.. saatnya mandi.”
“Mandi? Bukankah aku belum boleh mandi?” tanyaku heran.
“Iya.. tapi mandi yang ini khusus, tubuh Mas dilap dengan handuk yang dibasuh air hangat”, katanya menerangkan.
“Ooo.. baiklah”, sambungku lagi.
“Permisi Mas..”

Dia segera membuka bajuku satu persatu dengan hati-hati. Kerjanya yang cekatan bahkan melebihi perawat kemarin. Sedikit demi sedikit tubuhku mulai bersih. Hingga akhirnya sampai juga di daerah selangkangan. Dia memandangku sejenak.
“Silakan saja”, kataku memutus kebimbangannya.

“Kok masih tidur Mas..”
“Apanya?”
“Itu..” katanya sambil menunjuk batang kemaluanku. Aku agak kaget juga.
“Dia juga ikut-ikutan sakit”, balasku karena tidak tahu apa lagi yang mesti kukatakan.

Dia segera membersihkan daerah keramatku dengan lembut. Aku memperhatikan kerjanya saat itu. Dia sesekali memandangku tanpa rasa sungkan. Pada saatnya tanpa terasa, batang kemaluanku mulai naik karena sentuhan-sentuhan menawan tepat di area senjata pamungkasku itu.
“Jangan nakal dong Mas..”, katanya sambil tersenyum penuh arti kepadaku.
Aku hanya bisa terdiam. Terus terang aku malu juga.
“Saya tidurkan lagi ya Mas..”

“Apanya yang ditidurkan?”
“Punya Mas.. kalau bangun gitu.. saya nggak bisa konsentrasi.”
“Hah? Car.. ann. nya”, kalimatku terpotong karena tiba-tiba dia melempar handuk ke lantai dan mencengkeram batang kemaluanku. Diusap-usapnya lembut. Wajahnya langsung didekatkan ke arah selangkanganku. Tanpa bicara langsung dikulumnya batang itu dengan mantap. “Ohh.. ahhsshh..” Dengan rakus diemutnya kemaluanku, dijilati, dikulum dan dikocok-kocok pakai tangan bergantian. Aku hanya bisa merasakan kenikmatan ini dengan nafas yang mulai sesak karena nafsu. Dia melakukannya dengan sangat indah. Aku tenggelam dalam kenikmatan kilat yang tiada tara, hingga akhirnya..

“Aku mauu.. ke.luarhh.. ashh.”
“Ya udah keluarin aja Mas..”
“Di mulut kamu?”
“He eh..” katanya singkat. Dia mempercepat gerakan kepalanya. Aku merasa enak sekali apalagi di saat spermaku akan memancar keluar. Kupegang kepalanya erat, dan.., “Ahh..” aku berseru hebat tatkala maniku menyembur di dalam mulutnya. Sebagian berceceran di bibirnya karena pancaran mani itu banyak. Batang kemaluanku pun dijilatinya sampai bersih. Dia tersenyum, melihatku babak belur dalam permainan ini. Anggun mengerjaiku dengan cara yang professional. Sungguh dia tidak terkesan murahan.

“Nah, sekarang saya sudah bisa tenang kerjanya, punya Mas udah terlelap lagi..” bisiknya mesra.
Batang kemaluanku memang sudah mengendur karena mengalami ejakulasi. Dia teruskan kerjanya di bagian kaki. Aku hanya bisa terpaku seperti orang bodoh.
“Kamu mengerti betul akan laki-laki.. kamu udah pengalaman ya?” tanyaku setengah begurau ketika kerjanya sudah rampung.
“Pengalaman apa Mas?” tanyanya penasaran.
“Cara kamu tadi sungguh bikin aku hampir mati keenakan.”
“Ah.. saya cuma nonton CD yang saya sewa di pasar.”
“Masa sih? Kamu suka nonton gituan ya?” selidikku.
“Nggak.. lagi bosan aja, habis Mas nggak pernah peduli ama saya.. Saya kan kesepian Mas..”
“Upss..” aku disudutkan langsung, telak sekali.

“Emangnya kamu suka diperhatikan ya?” tanyaku dengan perasaan tidak nyaman.
“Ya.. boleh dibilang begitu, emang salah?”
“Nggak juga sih, kalau begitu aku salah.. lain kali aku pasti lebih memperhatikan kamu”, kataku meyakinkannya, dengan rasa penasaran yang belum hilang.
“Anggun.. kamu udah pernah bercinta belum?” tanyaku tanpa basa-basi lagi.
“Menurut Mas gimana?”
“Mana aku tahu?”
“Bentar Mas..”

Dia segera duduk di dekatku. Roknya disingkap sampai atas hingga yang tampak hanya celana dalamnya yang berwarna hitam.

“Nih, silakan Mas periksa deh, biar yakin gitu”, timpalnya seraya menantang. CD itu langsung dilepaskan sampai terbuka, dengan gaya menantang disibakkannya rambut halus yang mengitari liang kewanitaannya. Terlihatlah lubang kemaluannya yang berwarna merah muda dan segar. Darahku langsung terkesiap.
“Ayo Mas.. diperiksa, kok cuman bengong aja sih?”
Aku tak bisa berkata-kata lagi. Jika aku memeriksa, gimana caranya. Itu kan tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Walau demikian, naluri laki-lakiku langsung menyeruak tatkala Anggun mengelus-elus barangnya sendiri. Batang kemaluanku langsung bangkit lagi, kali ini getarannya lebih keras, hingga batang kemaluanku berdenyut hebat.

“Lho, ditanya kok malah punya Mas yang menyahut.. nakal ah.”
Dia segera memakaikan lagi celana dalamnya. Kutangkap tangannya, agar CD itu tidak menutupi liang kewanitaannya.
“Anggun.. aku sudah nggak tahan.. sini dong..”
“Eitss.. ntar dulu Mas, ada syaratnya”, katanya lagi yang membuat kepalaku terasa mau meledak menahan nafsu yang manjadi-jadi.
“Apa.. ayo cepat sebutkan syaratnya”, pintaku terbata-bata. Sungguh aku tak tahan lagi.

“Syaratnya nggak banyak.. Mas hanya harus mencintai aku dulu, baru punyaku yang ini terserah mau Mas apain”, katanya mantap seraya menunjuk liang kewanitaannya. Bagaikan tersambar petir aku mendengar permintaannya itu. Selama hidup aku memang tidak pernah merasa mencintai seorang wanita. Tanpa bermaksud menyombongkan diri, wanita secantik apapun pasti selalu takluk padaku, disebabkan banyak hal. Yang pertama karena aku memang punya tanda fisik yang bagus, menurun dari mamaku yang berdarah Spanyol-Israel dan papaku yang berdarah Batak. Yang kedua, karena sejak kecil, kehidupan ekonomiku memang sangat mapan. Jadi rasanya tidak terlalu berlebihan kalau aku mengatakan demikian.

“Aku nggak akan berbohong padamu, aku tidak mencintai kamu.. setidaknya saat ini.. kenapa harus memakai cinta segala?” tanyaku.
“Kalau begitu, lupakan saja punya saya Mas.. itu bukan untuk Mas..permisi”, katanya segera mengenakan CD-nya dan berlalu. Aku langsung menangkap tangannya, kulihat kesedihan di wajahnya.
“Anggun.. aku.. udah nggak tahann.. ayolahh..”
“Maaf Mas, kalau Mas memaksa, mulai sekarang saya berhenti kerja di sini..”
Aku tak bisa berkata-kata lagi. Dia meninggalkan aku dalam kondisi mengenaskan. Betapa tidak, gairahku dibuatnya terkatung-katung.

Sejak peristiwa itu perasaan bersalahku selalu muncul. Aku tidak melihatnya bekerja sebagaimana biasa. Kucari ke mana-mana, ternyata dia sedang berbaring di kamarnya, pakai selimut.
“Kenapa kamu?” tanyaku.

“Aku sakit Mas.. nggak enak badan”, mimiknya lelah dan pucat.
Kuraba keningnya, memang agak hangat. Entah kenapa, aku jadi begitu kasihan padanya. Aku merasa kalau ada bagian dari diriku yang sakit juga. Ahh.. inikah namanya cinta? Segera kutelepon dokter pribadiku. Anggun diperiksa dan diberi beberapa obat. Sejak Anggun sakit, aku pulang dari kantor lebih cepat. Aku hanya menangani bisnis utama. Pekerjaan lain yang agak ringan kuserahkan pada sekretarisku.

“Mas, Saya mau mandi, udah tiga hari berbaring terus.. kan bau Mas..”
“Lho.. kan kamu belum sembuh benar, dokter bilang seminggu ini kamu harus istirahat.”
“Mandi lap aja Mas, tolong yah Mas”, pintanya kemudian.
Aku bergegas mengambil handuk kecil, membasuhnya dengan air hangat. Perlahan-lahan kubuka bajunya satu persatu. Sekarang dia sudah telanjang bulat. Dalam keadaan sakit pun, dia bahkan kelihatan tetap cantik dan seksi. Luar biasa, pikirku. Kurasakan batang kemaluanku perlahan naik ketika usapan handukku merambah bagian dadanya.

“Ohh.. lamain dikit di situ Mas.. aah..”
“Kenapa?”

“Enak sih”, katanya menggoda.
Aku hanya tersenyum. Kulap dengan perlahan. Puting susunya sejak tadi sangat menggodaku. Karena tak kuat menahan birahi..segera kupagut, kujilati. “Oughh.. Mashh.. kerjaa.. nyahh.. kan belum.. selesai.. Masshh..”
Aku tidak peduli. Aku tahu dia pun menikmatinya. Kuremas-remas payudaranya dan tanganku kemudian beranjak menuju ke selangkangannya. Pahanya langsung dirapatkan. Tanganku terhimpit tepat di liang kewanitaannya.

“Kenapa?”
“Janganh.. nakal Masshh..”
“Aku memang nakal.. terus kenapa?” kataku dan langsung memeluknya. Kulumat bibirnya sampai dia megap-megap, tapi tertawa senang. Kulepas bajuku sendiri, sesekali dibantunya. Kini kami sudah sama-sama telanjang bulat. Kutindih dia dan kujilati bibirnya. Lidahku kumasukkan ke mulutnya sementara tanganku terus mengelus permukaan lubang kemaluannya. “Ssshh.. Mass.. terushh Mas.. ashh..” Ciumanku turun ke dada. Satu persatu jilatanku mendarat di permukaan bukit kembarnya yang merangsang. Putingnya kusedot-sedot sampai berbunyi keras. Dia menggelinjang penuh nafsu. Nafasnya tersengal-sengal. Kuciumi perutnya dan tanganku mengusap-usap pahanya. Anggun semakin terlena. Dia terkulai pasrah. Aku merasa semakin perkasa. Sesampainya di bawah, kubuka pahanya dan kutekuk. Liang senggamanya langsung kuserbu. Liang itu tetap wangi meski dia tidak mandi tiga hari.

“Masshh.. yang itu.. jangghh..” belum sempat dia meneruskan kalimatnya, langsung kujilati dengan ganas. Kumulai dari permukaannya. “Ahhsshh.. shh..” dia menggoyang pinggulnya sampai mulutku timbul tenggelam di lembah surganya. Kumasukkan lidahku agak ke dalam, dia semakin bergetar dan mulai menjerit-jerit. Ouugghh.. Masshh!” dia berteriak lantang sembari menjambak rambutku ketika kusedot klitorisnya dan kukait-kait dengan nakal. Kali ini tanganku bergerilya lagi di susu segarnya. Sepuluh menit kemudian, cairan yang hangat dan bening keluar dari liang kewanitaannya membasahi mulutku. Dia mengerang seperti kesetanan tatkala cairan itu mengalir. Mulutku sampai becek karena aku terus menjilati lubang kemaluannya. Cairan itu makin lama makin membanjiri selangkangannya. Aku sampai tak tahu lagi yang mana air ludahku, yang mana cairannya. Benar-benar basah.
“Masshh.. yang itu milik Masshh.. terserah Masshh.. cepatt Mashh.. Anggun udah nggak kuat.. Masshh.. tolonglah.. ashh..” dia memohon sambil ngos-ngosan.
Aku jadi teringat peristiwa kemarin. Aku bangkit dan pura-pura berlalu meninggalkannya tergeletak.
“Mashh.. mau ke mana? Lebih.. baik bunuh Anggun aja.. Mas.. Mash..” dia berteriak-teriak memanggilku. Aku mendekatinya lagi.
“Dengan satu syarat”, kataku santai, walaupun sebenarnya batang kemaluanku pun sudah tak tahan lagi.
“Apah.. ayo.. Mashh.. jangan siksa Anggun dong.. hhssh..” bicaranya makin tidak karuan menahan getaran dahsyat yang kuhadiahkan. Saat itu dia bicara manja sekali.
“Kamu hanya harus mencintai aku dulu”, kataku lagi seperti yang diucapkannya dulu.

Tiba-tiba dia terkesiap. Dipandanginya aku setengah tak percaya. Dia bangkit dan menghambur ke pelukanku. Dibenamkannya wajah mungilnya ke dadaku.
“Oh.. Mas Brando, dari dulu Anggun udah cinta ama Mas.. Anggun bahagia sekali Mas.. Anggun cinta ama Mas Brando”, dia menyemburkan kalimat panjang itu setengah terharu.

“Aku juga mencintai kamu Anggun.. sungguh”, balasku jujur.
Dipandanginya aku dan langsung duduk di pangkuanku. Bibirku langsung dipagutnya dengan gemas. Yang kurasakan saat itu adalah perpaduan nafsu dan rasa sayang. Aku langsung membayangkan seks indah yang romantis. Sesekali kurasakan juga batang kemaluanku bergesekan dengan perutnya yang mulus. Dia menegakkan tubuhnya. Dadanya yang putih berhadapan dengan wajahku. Langsung kujilati dan kusedot-sedot dengan bergairah. Dia menggeliat liar dan menggoyangkan pinggulnya tak karuan. Gairahku makin meninggi.

“Anggun.. Mas masukin ya sayang..”
“Iyahh.. Mashh.. Anggunh juga udah.. nggak sabaran pingin bercinta ama Masshh..” balasnya.
Dipegangnya batang kemaluanku dan diarahkannya ke lubang yang sangat nikmat itu. “Aoohh.. shh.. Ahh.. Anggun.. ohh..” Digoyangnya terus pantatnya hingga terasa batang kemaluanku bagai dipijat-pijat dan diremas-remas. Nikmat sekali. Dia menggelinjang dan berteriak, sesekali mengerang, kemudian mendesis liar. Dia menari-nari di atas pangkuanku sambil meremas-remas payudaranya sendiri. Kadang-kadang dia juga mengelus dadaku yang dipenuhi bulu-bulu.

“Mass.. berhenti dulu, Anggunhh mau ganti posisi..” Segera dia merangkak membelakangiku. Sambil melirik ke belakang, dia merangkak sambil pantatnya bergoyang aduhai. Liang kewanitaannya yang basah kuyup tampak menggoda. Kususul dia dari belakang, kutusukkan batang kemaluanku. Dia berseru manja, membuat batang kemaluanku makin gatal rasanya. Aku merasa sedap sekali. Saat itu aku tahu Anggun sudah tidak perawan lagi. Namun kuurungkan hingga permainan ini usai.

“Mass.. Anggunnhh mau.. nyampe..” dia terbata ketika orgasme akan didapatnya lagi. Sodokanku kupercepat namun tetap terkontrol.

“Aughh.. ohh.. nikkmat.. Mashh..”
Aku meremas payudaranya lembut ketika orgasme diraihnya.
“Sekarang giliranku, Sayang”, bisikku lembut di telinganya. Dia cuma tersenyum. Dibalikkannya tubuhnya dan memegang batang kemaluanku. Dia langsung mengulumnya penuh gairah. Dijilatinya dan dikocoknya lembut perlahan secara bergantian. “Ohh..” aku semakin merasa orgasme akan segera datang. Kuraih tubuhnya. “Enak.. mana Nggun? Kamu yang nentuin sekarang.. shh..”
“Aku di atas Mas.. Mas telentang aja..”

Akupun telentang, dia duduk di atasku dan mengarahkan batang kemaluanku ke liang kewanitaannya. Digoyangnya sambil terkadang menyambar bibirku tiba-tiba. Kami semakin hanyut. Pantatnya kuremas-remas gemas. Dadanya bergoyang-goyang seirama dengan tarian sensualnya. “Anggun.. aku mau keluar.. tahann.. yahh.. say.. sayang..” aku berseru sambil menyodok liang kewanitaannya sekuat tenaga. Dia memekik. Akhirnya kami terkulai dan terdampar berdampingan. Lumayan untuk pasangan yang baru sembuh. Dipeluknya aku dan diciuminya. Kami berpelukan dengan mesranya. Lama kami terdiam dan tenggelam dalam kebahagiaan. Kukecup bibir dan keningnya. Dia hanya melenguh pelan.

“Aku bukan yang pertama”, desisku.
Anggun bangkit dan memandangku dengan perasaan bersalah.
“Apa Mas kecewa karena Anggun nggak virgin lagi?”

Kupandangi dia lalu tersenyum, kupeluk dengan rasa sayang.
“Bukan itu sayang, aku mencintaimu apa adanya.. hanya saja mungkin sangat nikmat bila menikmati tubuhmu ketika masih utuh”, balasku meyakinkan sambil main mata padanya.
“Lagipula.. aku juga tidak terlalu suci untukmu..” lanjutku lagi.
“Ah, Mas nakal sih”, dicubitnya hidungku. Dia menarik nafas dalam-dalam.
“Anggun memang pertama kali disetubuhi sepupu, dia cinta pertama.. dulu aku sangat memujanya, ternyata dia brengsek..”
“Apa cintamu padanya dulu sebesar cintamu padaku sekarang?” selidikku dengan nada cemburu.
“Aku menyerahkan kehormatanku karena dulu cintaku sangat besar Mas. Sekarang, Mas harus berjuang untuk mendapatkan seluruh cinta Anggun..”

Aku tertegun. Sungguh wanita itu luar biasa.

“Lalu apa yang harus aku lakukan, agar kamu mencintaiku dengan segenap hati dan melebihi si brengsek itu?”
Dia menatapku mesra. Ditindihnya aku.
“Yang pertama, Mas harus memberikan seluruh cinta Mas padaku. Yang kedua, menikahlah dengan Anggun supaya Mas lebih bertanggung jawab dan perhatian sama Anggun.. dan yang ketiga..” Dia langsung mencengkeram batang kemaluanku erat, aku meringis tapi enak, “Ini milik Anggun, ini hanya boleh dimasukkan ke dalam punya Anggun, dan..”
“Dan apalagi?” tanyaku tak sabar.
Dibimbingnya tanganku ke liang kewanitaannya, dan mengelusnya bersama-sama.
“Mulai sekarang, ini seutuhnya untuk Mas Brando..”
“Ahh.. aku mencintaimu Anggun.”
“Anggun juga Mas..”

Dan kami pun saling memagut dengan ganasnya. Beragam duel seru kami nikmati lagi hingga menjelang pagi. Segala gaya yang dia tahu sudah kami praktekkan, demikian juga posisi-posisi yang aku tahu. Sampai kami kelelahan dan tertidur pulas.
Akhirnya, aku hanya bisa mengatakan kepada pembaca sekalian bahwa seks juga bisa membuat kita mengenal pasangan lebih jauh. Ini terdengar kebarat-baratan, tapi itulah kenyataannya. Jangan kita meneruskan kebiasaan munafik kita, supaya tingkat perceraian di Indonesia bisa ditekan semaksimal mungkin. Well, dalam waktu dekat kami akan menikah di Medan.

Cerita Ngentot Dengan Ayah Mertua

Cerita Ngentot Dengan Ayah Mertua, Namaku Novianti. Usiaku telah menginjak kepala tiga. Sudah menikah setahun lebih dan baru mempunyai seorang bayi laki-laki. Suamiku berusia hanya lebih tua satu tahun dariku. Kehidupan kami dapat dikatakan sangat bahagia. Memang kami berdua kawin dalam umur agak terlambat sudah diatas 30 tahun. Selewat 40 hari dari melahirkan, suamiku masih takut untuk berhubungan seks. Mungkin dia masih teringat pada waktu aku menjerit-jerit pada saat melahirkan, memang dia juga turut masuk ke ruang persalinan mendampingi saya waktu melahirkan. Di samping itu aku memang juga sibuk benar dengan si kecil, baik siang maupun malam hari. Si kecil sering bangun malam-malam, nangis dan aku harus menyusuinya sampai dia tidur kembali. Sementara suamiku semakin sibuk saja di kantor, maklum dia bekerja di sebuah kantor Bank Pemerintah di bagian Teknologi, jadi pulangnya sering terlambat. Keadaan ini berlangsung dari hari ke hari, hingga suatu saat terjadi hal baru yang mewarnai kehidupan kami, khususnya kehidupan pribadiku sendiri. Ketika itu kami mendapat kabar bahwa ayah mertuaku yang berada di Amerika bermaksud datang ke tempat kami.

Memang selama ini kedua mertuaku tinggal di Amerika bersama dengan anak perempuan mereka yang menikah dengan orang sana. Dia datang kali ini ke Indonesia sendiri untuk menyelesaikan sesuatu urusan. Ibu mertua nggak bisa ikut karena katanya kakinya sakit. Ketika sampai waktu kedatangannya, kami menjemput di airport, suamiku langsung mencari-cari ayahnya. Suamiku langsung berteriak gembira ketika menemukan sosok seorang pria yang tengah duduk sendiri di ruang tunggu. Orang itu langsung berdiri dan menghampiri kami. Ia lalu berpelukan dengan suamiku. Saling melepas rindu. Aku memperhatikan mereka. Ayah mertuaku masih nampak muda diumurnya menjelang akhir 50-an, meski kulihat ada beberapa helai uban di rambutnya. Tubuhnya yang tinggi besar, dengan kulit gelap masih tegap dan berotot. Kelihatannya ia tidak pernah meninggalkan kebiasaannya berolah raga sejak dulu. Beliau berasal dari belahan Indonesia Timur dan sebelum pensiun ayah mertua adalah seorang perwira angkatan darat. “Hei nak Novi. Apa khabar…!”, sapa ayah mertua padaku ketika selesai berpelukan dengan suamiku.

“Ayah, apa kabar? Sehat-sehat saja kan? Bagaimana keadaan Ibu di Amerika..?” balasku. “Oh…Ibu baik-baik saja. Beliau nggak bisa ikut, karena kakinya agak sakit, mungkin keseleo….” “Ayo kita ke rumah”, kata suamiku kemudian. Sejak adanya ayah di rumah, ada perubahan yang cukup berarti dalam kehidupan kami. Sekarang suasana di rumah lebih hangat, penuh canda dan gelak tawa. Ayah mertuaku orangnya memang pandai membawa diri, pandai mengambil hati orang. Dengan adanya ayah mertua, suamiku jadi lebih betah di rumah. Ngobrol bersama, jalan-jalan bersama. Akan tetapi pada hari-hari tertentu, tetap saja pekerjaan kantornya menyita waktunya sampai malam, sehingga dia baru sampai kerumah di atas jam 10 malam. Hal ini biasanya pada hari-hari Senin setiap minggu. Sampai terjadilah peristiwa ini pada hari Senin ketiga sejak kedatangan ayah mertua dari Amerika. Sore itu aku habis senam seperti biasanya. Memang sejak sebulan setelah melahirkan, aku mulai giat lagi bersenam kembali, karena memang sebelum hamil aku termasuk salah seorang yang amat giat melakukan senam dan itu biasanya kulakukan pada sore hari.

Setelah merasa cukup kuat lagi, sekarang aku mulai bersenam lagi, disamping untuk melemaskan tubuh, juga kuharapkan tubuhku bisa cepat kembali ke bentuk semula yang langsing, karena memang postur tubuhku termasuk tinggi kurus akan tetapi padat. Setelah mandi aku langsung makan dan kemudian meneteki si kecil di kamar. Mungkin karena badan terasa penat dan pegal sehabis senam, aku jadi mengantuk dan setelah si kecil kenyang dan tidur, aku menidurkan si kecil di box tempat tidurnya. Kemudian aku berbaring di tempat tidur. Saking sudah sangat mengantuk, tanpa terasa aku langsung tertidur. Bahkan aku pun lupa mengunci pintu kamar. Setengah bermimpi, aku merasakan tubuhku begitu nyaman. Rasa penat dan pegal-pegal tadi seperti berangsur hilang… Bahkan aku merasakan tubuhku bereaksi aneh. Rasa nyaman sedikit demi sedikit berubah menjadi sesuatu yang membuatku melayang-layang. Aku seperti dibuai oleh hembusan angin semilir yang menerpa bagian-bagian peka di tubuhku. Tanpa sadar aku menggeliat merasakan semua ini sambil melenguh perlahan.

Dalam tidurku, aku bermimpi suamiku sedang membelai-belai tubuhku dan kerena memang telah cukup lama kami tidak berhubungan badan, sejak kandunganku berumur 8 bulan, yang berarti sudah hampir 3 bulan lamanya, maka terasa suamiku sangat agresif menjelajahi bagian-bagian sensitif dari sudut tubuhku. Tiba-tiba aku sadar dari tidurku… tapi kayaknya mimpiku masih terus berlanjut. Malah belaian, sentuhan serta remasan suamiku ke tubuhku makin terasa nyata. Kemudian aku mengira ini perbuatan suamiku yang telah kembali dari kantor. Ketika aku membuka mataku, terlihat cahaya terang masih memancar masuk dari lobang angin dikamarku, yang berarti hari masih sore. Lagian ini kan hari Senin, seharusnya dia baru pulang agak malam, jadi siapa ini yang sedang mencumbuku… Aku segera terbangun dan membuka mataku lebar-lebar. Hampir saja aku menjerit sekuat tenaga begitu melihat orang yang sedang menggeluti tubuhku. Ternyata… dia adalah mertuaku sendiri. Melihat aku terbangun, mertuaku sambil tersenyum, terus saja melanjutkan kegiatannya menciumi betisku.

Sementara dasterku sudah terangkat tinggi-tinggi hingga memperlihatkan seluruh pahaku yang putih mulus. “Yah…!! Stop….jangan…. Yaaahhhh…!!?” jeritku dengan suara tertahan karena takut terdengar oleh Si Inah pembantuku. “Nov, maafkan Bapak…. Kamu jangan marah seperti itu dong, sayang….!!” Ia malah berkata seperti itu, bukannya malu didamprat olehku. “Ayah nggak boleh begitu, cepat keluar, saya mohon….!!”, pintaku menghiba, karena kulihat tatapan mata mertuaku demikian liar sambil tangannya tak berhenti menggerayang ke sekujur tubuhku. Aku mencoba menggeliat bangun dan buru-buru menurunkan daster untuk menutupi pahaku dan beringsut-ingsut menjauhinya dan mepet ke ujung ranjang. Akan tetapi mertuaku makin mendesak maju menghampiriku dan duduk persis di sampingku. Tubuhnya mepet kepadaku. Aku semakin ketakutan. “Nov… Kamu nggak kasihan melihat Bapak seperti ini? Ayolah, Bapak kan sudah lama merindukan untuk bisa menikmati badan Novi yang langsing padat ini….!!!!”, desaknya. “Jangan berbicara begitu.

Ingat Yah… aku kan menantumu…. istri Toni anakmu?”, jawabku mencoba menyadarinya. “Jangan menyebut-nyebut si Toni saat ini, Bapak tahu Toni belum lagi menggauli nak Novi, sejak nak Novi habis melahirkan… Benar-benar keterlaluan tu anak….!!, lanjutnya. Rupanya entah dengan cara bagaimana dia bisa memancing hubungan kita suami istri dari Toni. Ooooh…. benar-benar bodoh si Toni, batinku, nggak tahu kelakuan Bapaknya. Mertuaku sambil terus mendesakku berkata bahwa ia telah berhubungan dengan banyak wanita lain selain ibu mertua dan dia tak pernah mendapatkan wanita yang mempunyai tubuh yang semenarik seperti tubuhku ini. Aku setengah tak percaya mendengar omongannya. Ia hanya mencoba merayuku dengan rayuan murahan dan menganggap aku akan merasa tersanjung. Aku mencoba menghindar… tapi sudah tidak ada lagi ruang gerak bagiku di sudut tempat tidur. Ketika kutatap wajahnya, aku melihat mimik mukanya yang nampaknya makin hitam karena telah dipenuhi nafsu birahi. Aku mulai berpikir bagaimana caranya untuk menurunkan hasrat birahi mertuaku yang kelihatan sudah menggebu-gebu.

Melihat caranya, aku sadar mertuaku akan berbuat apa pun agar maksudnya kesampaian. Kemudian terlintas dalam pikiranku untuk mengocok kemaluannya saja, sehingga nafsunya bisa tersalurkan tanpa harus memperkosa aku. Akhirnya dengan hati-hati kutawarkan hal itu kepadanya. “Yahh… biar Novi mengocok Ayah saja ya… karena Novi nggak mau ayah menyetubuhi Novi… Gimana…?” Mertuaku diam dan tampak berpikir sejenak. Raut mukanya kelihatan sedikit kecewa namun bercampur sedikit lega karena aku masih mau bernegosiasi. “Baiklah..”, kata mertuaku seakan tidak punya pilihan lain karena aku ngotot tak akan memberikan apa yang dimintanya. Mungkin inilah kesalahanku. Aku terlalu yakin bahwa jalan keluar ini akan meredam keganasannya. Kupikir biasanya lelaki kalau sudah tersalurkan pasti akan surut nafsunya untuk kemudian tertidur. Aku lalu menarik celana pendeknya. Ugh! Sialan, ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam lagi. Begitu celananya kutarik, batangnya langsung melonjak berdiri seperti ada pernya. Aku sangat kaget dan terkesima melihat batang kemaluan mertuaku itu….

Oooohhhh…… benar-benar panjang dan besar. Jauh lebih besar daripada punya Toni suamiku. Mana hitam lagi, dengan kepalanya yang mengkilap bulat besar sangat tegang berdiri dengan gagah perkasa, padahal usianya sudah tidak muda lagi. Tanganku bergerak canggung. Bagaimananpun baru kali ini aku memegang kontol orang selain milik suamiku, mana sangat besar lagi sehingga hampir tak bisa muat dalam tanganku. Perlahan-lahan tanganku menggenggam batangnya. Kudengar lenguhan nikmat keluar dari mulutnya seraya menyebut namaku. “Ooooohhh…..sssshhhh…..Noviii…eee..eeenaaak. .. betulll..!!!” Aku mendongak melirik kepadanya. Nampak wajah mertuaku meringis menahan remasan lembut tanganku pada batangnya. Aku mulai bergerak turun naik menyusuri batangnya yang besar panjang dan teramat keras itu. Sekali-sekali ujung telunjukku mengusap moncongnya yang sudah licin oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kudengar mertuaku kembali melenguh merasakan ngilu akibat usapanku. Aku tahu dia sudah sangat bernafsu sekali dan mungkin dalam beberapa kali kocokan ia akan menyemburkan air maninya.

Sebentar lagi tentu akan segera selesai sudah, pikirku mulai tenang. Dua menit, tiga… sampai lima menit berikutnya mertuaku masih bertahan meski kocokanku sudah semakin cepat. Kurasakan tangan mertuaku menggerayangi ke arah dadaku. Aku kembali mengingatkan agar jangan berbuat macam-macam. “Nggak apa-apa …..biar cepet keluar..”, kata mertuaku memberi alasan. Aku tidak mengiyakan dan juga tidak menepisnya karena kupikir ada benarnya juga. Biar cepat selesai, kataku dalam hati. Mertuaku tersenyum melihatku tidak melarangnya lagi. Ia dengan lembut dan hati-hati mulai meremas-remas kedua payudara di balik dasterku. Aku memang tidak mengenakan kutang kerena habis menyusui si kecil tadi. Jadi remasan tangan mertua langsung terasa karena kain daster itu sangat tipis. Sebagai wanita normal, aku merasakan kenikmatan juga atas remasan ini. Apalagi tanganku masih menggenggam batangnya dengan erat, setidaknya aku mulai terpengaruh oleh keadaan ini. Meski dalam hati aku sudah bertekad untuk menahan diri dan melakukan semua ini demi kebaikan diriku juga.

Karena tentunya setelah ini selesai dia tidak akan berbuat lebih jauh lagi padaku. “Novi sayang.., buka ya? Sedikit aja..”, pinta mertuaku kemudian. “Jangan Yah. Tadi kan sudah janji nggak akan macam-macam..”, ujarku mengingatkan. “Sedikit aja. Ya?” desaknya lagi seraya menggeser tali daster dari pundakku sehingga bagian atas tubuhku terbuka. Aku jadi gamang dan serba salah. Sementara bagian dada hingga ke pinggang sudah telanjang. Nafas mertuaku semakin memburu kencang melihatku setengah telanjang. “Oh.., Novii kamu benar-benar cantik sekali….!!!”, pujinya sambil memilin-milin dengan hati-hati puting susuku, yang mulai basah dengan air susu. Aku terperangah. Situasi sudah mulai mengarah pada hal yang tidak kuinginkan. Aku harus bertindak cepat. Tanpa pikir panjang, langsung kumasukkan batang kemaluan mertuaku ke dalam mulutku dan mengulumnya sebisa mungkin agar ia cepat-cepat selesai dan tidak berlanjut lebih jauh lagi. Aku sudah tidak mempedulikan perbuatan mertuaku pada tubuhku. Aku biarkan tangannya dengan leluasa menggerayang ke sekujur tubuhku, bahkan ketika kurasakan tangannya mulai mengelus-elus bagian kemaluanku pun aku tak berusaha mencegahnya.

Aku lebih berkonsentrasi untuk segera menyelesaikan semua ini secepatnya. Jilatan dan kulumanku pada batang kontolnya semakin mengganas sampai-sampai mertuaku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutku. Aku tambah bersemangat dan semakin yakin dengan kemampuanku untuk membuatnya segera selesai. Keyakinanku ini ternyata berakibat fatal bagiku. Sudah hampir setengah jam, aku belum melihat tanda-tanda apapun dari mertuaku. Aku jadi penasaran, sekaligus merasa tertantang. Suamiku pun yang sudah terbiasa denganku, bila sudah kukeluarkan kemampuan seperti ini pasti takkan bertahan lama. Tapi kenapa dengan mertuaku ini? Apa ia memakai obat kuat? Saking penasarannya, aku jadi kurang memperhatikan perbuatan mertuaku padaku. Entah sejak kapan daster tidurku sudah terlepas dari tubuhku. Aku baru sadar ketika mertuaku berusaha menarik celana dalamku dan itu pun terlambat! Begitu menengok ke bawah, celana itu baru saja terlepas dari ujung kakiku. Aku sudah telanjang bulat! Ya ampun, kenapa kubiarkan semua ini terjadi.

Aku menyesal kenapa memulainya. Ternyata kejadiannya tidak seperti yang kurencanakan. Aku terlalu sombong dengan keyakinanku. Kini semuanya sudah terlambat. Berantakan semuanya! Pekikku dalam hati penuh penyesalan. Situasi semakin tak terkendali. Lagi-lagi aku kecolongan. Mertuaku dengan lihainya dan tanpa kusadari sudah membalikkan tubuhku hingga berlawanan dengan posisi tubuhnya. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Tak lama kemudian kurasakan sentuhan lembut di seputar selangkanganku. Tubuhku langsung bereaksi dan tanpa sadar aku menjerit lirih. Suka tidak suka, mau tidak mau, kurasakan kenikmatan cumbuan mertuaku di sekitar itu. Akh luar biasa! Aku menjerit dalam hati sambil menyesali diri. Aku marah pada diriku sendiri, terutama pada tubuhku sendiri yang sudah tidak mau mengikuti perintah pikiran sehatku. Tubuhku meliuk-liuk mengikuti irama permainan lidah mertuaku. Kedua pahaku mengempit kepalanya seolah ingin membenamkan wajah itu ke dalam selangkanganku.

Kuakui ia memang pandai membuat birahiku memuncak. Kini aku sudah lupa dengan siasat semula. Aku sudah terbawa arus. Aku malah ingin mengimbangi permainannya. Mulutku bermain dengan lincah. Batangnya kukempit dengan buah dadaku yang membusung penuh dan kenyal. Maklum, masih menyusui. Sementara kontol itu bergerak di antara buah dadaku, mulutku tak pernah lepas mengulumnya. Tanpa kusadari kami saling mencumbu bagian vital masing-masing selama lima belas menit. Aku semakin yakin kalau mertuaku memakai obat kuat. Ia sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda akan keluar, sementara aku sudah mulai merasakan desiran-desiran kuat bergerak cepat ke arah pusat kewanitaanku. Jilatan dan hisapan mulut mertuaku benar-benar membuatku tak berdaya. Aku semakin tak terkendali. Pinggulku meliuk-liuk liar. Tubuhku mengejang, seluruh aliran darah serasa terhenti dan aku tak kuasa untuk menahan desakan kuat gelombang lahar panas yang mengalir begitu cepat. “Oooohhhhh…….aaaa….aaaaa……aaauugghhhhhhh hh..!!!!!” aku menjerit lirih begitu aliran itu mendobrak pertahananku.

Kurasakan cairan kewanitaanku menyembur tak tertahankan. Tubuhku menggelepar seperti ikan terlempar ke darat merasakan kenikmatan ini. Aku terkulai lemas sementara batang kontol mertuaku masih berada dalam genggamanku dan masih mengacung dengan gagahnya, bahkan terasa makin kencang saja. Aku mengeluh karena tak punya pilihan lain. Sudah kepalang basah. Aku sudah tidak mempunyai cukup tenaga lagi untuk mempertahankan kehormatanku, aku hanya tergolek lemah tak berdaya saat mertuaku mulai menindih tubuhku. Dengan lembut ia mengusap wajahku dan berkata betapa cantiknya aku sekarang ini. “Noviii…..kau sungguh cantik. Tubuhmu indah dan langsing tapi padat berisi.., mmpphh..!!!”, katanya sambil menciumi bibirku, mencoba membuka bibirku dengan lidahnya. Aku seakan terpesona oleh pujiannya. Cumbu rayunya begitu menggairahkanku. Aku diperlakukan bagai sebuah porselen yang mudah pecah. Begitu lembut dan hati-hati. Hatiku entah mengapa semakin melambung tinggi mendengar semua kekagumannya terhadap tubuhku. Wajahku yang cantik, tubuhku yang indah dan berisi.

Payudaraku yang membusung penuh dan menggantung indah di dada. Permukaan agak menggembung, pinggul yang membulat padat berisi menyambung dengan buah pantatku yang `bahenol’. Diwajah mertuaku kulihat memperlihatkan ekspresi kekaguman yang tak terhingga saat matanya menatap nanar ke arah lembah bukit di sekitar selangkanganku yang baru numbuh bulu-bulu hitam pendek, dengan warna kultiku yang putih mulus. Kurasakan tangannya mengelus paha bagian dalam. Aku mendesis dan tanpa sadar membuka kedua kakiku yang tadinya merapat. Mertuaku menempatkan diri di antara kedua kakiku yang terbuka lebar. Kurasakan kepala kontolnya yang besar ditempelkan pada bibir kemaluanku. Digesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Aku merasa ngilu bercampur geli dan nikmat. Cairan yang masih tersisa di sekitar itu membuat gesekannya semakin lancar karena licin. Aku terengah-engah merasakannya. Kelihatannya ia sengaja melakukan itu. Apalagi saat moncong kontolnya itu menggesek-gesek kelentitku yang sudah menegang. Mertuaku menatap tajam melihat reaksiku.

Aku balas menatap seolah memintanya untuk segera memasuki diriku secepatnya. Ia tahu persis apa yang kurasakan saat itu. Namun kelihatannya ia ingin melihatku menderita oleh siksaan nafsuku sendiri. Kuakui memang aku sudah tak tahan untuk segera menikmati batang kontolnya dalam memekku. Aku ingin segera membuatnya `KO’. Terus terang aku sangat penasaran dengan keperkasaannya. Kuingin buktikan bahwa aku bisa membuatnya cepat-cepat mencapai puncak kenikmatan. “Yah..?” panggilku menghiba. “Apa sayang…”, jawabnya seraya tersenyum melihatku tersiksa. “Cepetan..yaaahhhhh…….!!!” “Sabar sayang. Kamu ingin Bapak berbuat apa…….?” tanyanya pura-pura tak mengerti. Aku tak menjawab. Tentu saja aku malu mengatakannya secara terbuka apa keinginanku saat itu. Namun mertuaku sepertinya ingin mendengarnya langsung dari bibirku. Ia sengaja mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kontolnya. Sementara aku benar-benar sudah tak tahan lagi mengekang birahiku. “Novii….iiii… iiiingiiinnnn aaa…aaayahhhh….se….se.. seeegeeeraaaa ma… masukin..!!!”, kataku terbata-bata dengan terpaksa.

Aku sebenarnya sangat malu mengatakan ini. Aku yang tadi begitu ngotot tidak akan memberikan tubuhku padanya, kini malah meminta-minta. Perempuan macam apa aku ini!? “Apanya yang dimasukin…….!!”, tanyanya lagi seperti mengejek. “Aaaaaaggggkkkkkhhhhh…..ya…yaaaahhhh. Ja…..ja….Jaaangan siksa Noviiii..!!!” “Bapak tidak bermaksud menyiksa kamu sayang……!!” “Oooooohhhhhh.., Yaaaahhhh… Noviii ingin dimasukin kontol ayah ke dalam memek Novi…… uugghhhh..!!!” Aku kali ini sudah tak malu-malu lagi mengatakannya dengan vulgar saking tak tahannya menanggung gelombang birahi yang menggebu-gebu. Aku merasa seperti wanita jalang yang haus seks. Aku hampir tak percaya mendengar ucapan itu keluar dari bibirku sendiri. Tapi apa mau dikata, memang aku sangat menginginkannya segera. “Baiklah sayang. Tapi pelan-pelan ya”, kata mertuaku dengan penuh kemenangan telah berhasil menaklukan diriku. “Uugghh..”, aku melenguh merasakan desakan batang kontolnya yang besar itu. Aku menunggu cukup lama gerakan kontol mertuaku memasuki diriku.

Serasa tak sampai-sampai. Selain besar, kontol mertuaku sangat panjang juga. Aku sampai menahan nafas saat batangnya terasa mentok di dalam. Rasanya sampai ke ulu hati. Aku baru bernafas lega ketika seluruh batangnya amblas di dalam. Mertuaku mulai menggerakkan pinggulnya perlahan-lahan. Satu, dua dan tiga tusukan mulai berjalan lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam liang memekku membuat kontol mertuaku keluar masuk dengan lancarnya. Aku mengimbangi dengan gerakan pinggulku. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti irama tusukannya. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar. Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting bagiku tusukan itu mencapai bagian-bagian peka di dalam relung kewanitaanku. Dia tahu persis apa yang kuinginkan. Ia bisa mengarahkan batangnya dengan tepat ke sasaran. Aku bagaikan berada di awang-awang merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. Batang mertuaku menjejal penuh seluruh isi liangku, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan batang itu sangat terasa di seluruh dinding vaginaku.

“Aduuhh.. auuffhh.., nngghh..!!!”, aku merintih, melenguh dan mengerang merasakan semua kenikmatan ini. Kembali aku mengakui keperkasaan dan kelihaian mertuaku di atas ranjang. Ia begitu hebat, jantan dan entah apalagi sebutan yang pantas kuberikan padanya. Toni suamiku tidak ada apa-apanya dibandingkan ayahnya yang bejat ini. Yang pasti aku merasakan kepuasan tak terhingga bercinta dengannya meski kusadari perbuatan ini sangat terlarang dan akan mengakibatkan permasalahan besar nantinya. Tetapi saat itu aku sudah tak perduli dan takkan menyesali kenikmatan yang kualami. Mertuaku bergerak semakin cepat. Kontolnya bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitive. Aku meregang tak kuasa menahan desiran-desiran yang mulai berdatangan seperti gelombang mendobrak pertahananku. Sementara mertuaku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulnya naik turun, ke kiri dan ke kanan. Eranganku semakin keras terdengar seiring dengan gelombang dahsyat yang semakin mendekati puncaknya. Melihat reaksiku, mertuaku mempercepat gerakannya. Batang kontolnya yang besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya seakan tak memperdulikan liangku yang sempit itu akan terkoyak akibatnya.

Kulihat tubuh mertuaku sudah basah bermandikan keringat. Aku pun demikian. Tubuhku yang berkeringat nampak mengkilat terkena sinar lampu kamar. Aku mencoba meraih tubuh mertuaku untuk mendekapnya. Dan disaat-saat kritis, aku berhasil memeluknya dengan erat. Kurengkuh seluruh tubuhnya sehingga menindih tubuhku dengan erat. Kurasakan tonjolan otot-ototnya yang masih keras dan pejal di sekujur tubuhku. Kubenamkan wajahku di samping bahunya. Pinggul kuangkat tinggi-tinggi sementara kedua tanganku menggapai buah pantatnya dan menarik kuat-kuat. Kurasakan semburan demi semburan memancar kencang dari dalam diriku. Aku meregang seperti ayam yang baru dipotong. Tubuhku mengejang-ngejang di atas puncak kenikmatan yang kualami untuk kedua kalinya saat itu. “Yaaaah.., ooooohhhhhhh.., Yaaaahhhhh..eeee…eeennnaaaakkkkkkkk…!!!” Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saking dahsyatnya kenikmatan yang kualami bersamanya. “Sayang nikmatilah semua ini. Bapak ingin kamu dapat merasakan kepuasan yang sesungguhnya belum pernah kamu alami….”, bisik ayah dengan mesranya.

“Bapak sayang padamu, Bapak cinta padamu…. Bapak ingin melampiaskan kerinduan yang menyesak selama ini..”, lanjutnya tak henti-henti membisikan untaian kata-kata indah yang terdengar begitu romantis. Aku mendengarnya dengan perasaan tak menentu. Kenapa ini datangnya dari lelaki yang bukan semestinya kusayangi. Mengapa kenikmatan ini kualami bersama mertuaku sendiri, bukan dari anaknya yang menjadi suamiku…????. Tanpa terasa air mata menitik jatuh ke pipi. Mertuaku terkejut melihat ini. Ia nampak begitu khawatir melihatku menangis. “Novi sayang, kenapa menangis?” bisiknya buru-buru. “Maafkan Bapak kalau telah membuatmu menderita..”, lanjutnya seraya memeluk dan mengelus-elus rambutku dengan penuh kasih sayang. Aku semakin sedih merasakan ini. Tetapi ini bukan hanya salahnya. Aku pun berandil besar dalam kesalahan ini. Aku tidak bisa menyalahkannya saja. Aku harus jujur dan adil menyikapinya. “Bapak tidak salah. Novi yang salah..”, kataku kemudian. “Tidak sayang. Bapak yang salah…”, katanya besikeras. “Kita, Yah. Kita sama-sama salah”, kataku sekaligus memintanya untuk tidak memperdebatkan masalah ini lagi.

“Terima kasih sayang”, kata mertuaku seraya menciumi wajah dan bibirku. Kurasakan ciumannya di bibirku berhasil membangkitkan kembali gairahku. Aku masih penasaran dengannya. Sampai saat ini mertuaku belum juga mencapai puncaknya. Aku seperti mempunyai utang yang belum terbayar. Kali ini aku bertekad keras untuk membuatnya mengalami kenikmatan seperti apa yang telah ia berikan kepadaku. Aku tak sadar kenapa diriku jadi begitu antusias untuk melakukannya dengan sepenuh hati. Biarlah terjadi seperti ini, toh mertuaku tidak akan selamanya berada di sini. Ia harus pulang ke Amerika. Aku berjanji pada diriku sendiri, ini merupakan yang terakhir kalinya. Timbulnya pikiran ini membuatku semakin bergairah. Apalagi sejak tadi mertuaku terus-terusan menggerakan kontolnya di dalam memekku. Tiba-tiba saja aku jadi beringas. Kudorong tubuh mertuaku hingga terlentang. Aku langsung menindihnya dan menicumi wajah, bibir dan sekujur tubuhnya. Kembali kuselomoti batang kontolnya yang tegak bagai tiang pancang beton itu. Lidahku menjilat-jilat, mulutku mengemut-emut. Tanganku mengocok-ngocok batangnya.

Kulirik kewajah mertuaku kelihatannya menyukai perubahanku ini. Belum sempat ia akan mengucapkan sesuatu, aku langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing berada di samping kiri dan kanan tubuh mertuaku. Selangkanganku berada persis di atas batangnya. “Akh sayang!” pekik mertuaku tertahan ketika batangnya kubimbing memasuki liang memekku. Tubuhku turun perlahan-lahan, menelan habis seluruh batangnya. Selanjutnya aku bergerak seperti sedang menunggang kuda. Tubuhku melonjak-lonjak seperti kuda binal yang sedang birahi. Aku tak ubahnya seperti pelacur yang sedang memberikan kepuasan kepada hidung belang. Tetapi aku tak perduli. Aku terus berpacu. Pinggulku bergerak turun naik, sambil sekali-sekali meliuk seperti ular. Gerakan pinggulku persis seperti penyanyi dangdut dengan gaya ngebor, ngecor, patah-patah, bergetar dan entah gaya apalagi. Pokoknya malam itu aku mengeluarkan semua jurus yang kumiliki dan khusus kupersembahkan kepada ayah mertuaku sendiri! “Ooohh… oohhhh… oooouugghh.. Noviiiii.., luar biasa…..!!!” jerit mertuaku merasakan hebatnya permainanku.

Pinggulku mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti. Tangan mertuaku mencengkeram kedua buah dadaku, diremas dan dipilin-pilin, sehingga air susuku keluar jatuh membasahi dadanya. Ia lalu bangkit setengah duduk. Wajahnya dibenamkan ke atas dadaku. Menjilat-jilat seluruh permukaan dadaku yang berlumuran air susuku dan akhirnya menciumi putting susuku. Menghisapnya kuat-kuat sambil meremas-remas menyedot air susuku sebanyak-banyaknya. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan dinginnya udara meski kamarku menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi lengket satu sama lain. Aku berkutat mengaduk-aduk pinggulku. Mertuaku menggoyangkan pantatnya. Kurasakan tusukan kontolnya semakin cepat seiring dengan liukan pinggulku yang tak kalah cepatnya. Permain kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjangku sudah tak karuan bentuknya, selimut dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar dan tak terkendali. Kurasakan mertuaku mulai memperlihatkan tanda-tanda.

Aku semakin bersemangat memacu pinggulku untuk bergoyang. Mungkin goyangan pinggulku akan membuat iri para penyanyi dangdut saat ini. Tak selang beberapa detik kemudian, aku pun merasakan desakan yang sama. Aku tak ingin terkalahkan kali ini. Kuingin ia pun merasakannya. Tekadku semakin kuat. Aku terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku sudah tak perduli suaraku akan terdengar kemana-mana. Kali ini aku harus menang! Upayaku ternyata tidak percuma. Kurasakan tubuh mertuaku mulai mengejang-ngejang. Ia mengerang panjang. Menggeram seperti harimau terluka. Aku pun merintih persis kuda betina binal yang sedang birahi. “Eerrgghh.. ooooo….ooooooo…..oooooouugghhhhhh..!!!!” mertuaku berteriak panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Tubuhku terbawa goncangannya. Aku memeluknya erat-erat agar jangan sampai terpental oleh goncangannya. Mendadak aku merasakan semburan dahsyat menyirami seluruh relung vaginaku. Semprotannya begitu kuat dan banyak membanjiri liangku. Akupun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam diriku.

Sambil mendesakan pinggulku kuat-kuat, aku berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan berbarengan dengan ayah mertuaku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. Saking dahsyatnya, tubuh kami terjatuh dari ranjang. Untunglah ranjang itu tidak terlalu tinggi dan permukaan lantainya tertutup permadani tebal yang empuk sehingga kami tidak sampai terkilir atau terluka. “Oooooogggghhhhhhh.. yaahh..,nik….nikkkk nikmaatthh…. yaaahhhh..!!!!” jeritku tak tertahankan. Tulang-tulangku serasa lolos dari persendiannya. Tubuhku lunglai, lemas tak bertenaga terkuras habis dalam pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 2 jam! Gila! Jeritku dalam hati. Belum pernah rasanya aku bercinta sampai sedemikian lamanya. Aku hanya bisa memeluknya menikmati sisa-sisa kepuasan. Perasaanku tiba-tiba terusik. Sepertinya aku mendengar sesuatu dari luar pintu kamar, kayaknya si Inah…. Karena mendengar suara ribut-ribut dari kamar, rupanya ia datang untuk mengintip…. tapi aku sudah terlalu lelah untuk memperhatikannya dan akhirnya tertidur dalam pelukan mertuaku, melupakan semua konsekuensi dari peristiwa di sore ini di kemudian hari